Pindah di Mata Saya - Saya Sudah Siap Berpindah, Namun Saya Belum Memiliki Tujuan




Banyak hal yang saya diskusikan dengan teman saya yang satu ini (Maaf tidak bisa sebut merek). kami banyak mendiskusikan hal-hal yang justru tidak akan bisa didapatkan di bangku perkuliahan namun hanya bisa didapatkan dari pengalaman hidup. Hal-hal yang kami diskusikan sering berasal dari hasil blogwalking. Banyak pikiran-pikiran yang ada dalam blog-blog indonesia yang inspiratif. Berikutsalah satunya :

"Tulisan kali ini terinspirasi dari obrolan dengan Alita melalui WhatsApp Messenger, dimana saya awalnya membahas suatu hal (yang sebenarnya saya enggak pengen bahas) namun malah terbahas karena statement iseng dari saya sendiri. Tetapi, yang menarik justru bagaimana saya dengan kasualnya dapat menanggapi obrolan Alita, sehingga memberikan saya ide untuk menuliskannya di WordPress ini. Saya yakin, siapapun yang saat ini sedang membaca tulisan saya, baik teman saya maupun strangers yang kebetulan ‘mampir’ di WordPress saya merasakan apa yang waktu itu dan sekarang saya rasakan. Karena hal yang akan saya bahas ini merupakan hal yang cukup universal.


Bagaimana kalian suka sama seseorang.

Kalian semua, pasti pernah menyukai seseorang. Entah itu dimulai dari sekedar curi-curi pandang di kelas, tempat les, tempat kerja, entah bagaimana pokoknya alam semesta berkonspirasi untuk membuat kalian mulai menaruh minat terhadap seseorang tersebut.

Menyukai seseorang pun dilakoni oleh jutaan umat manusia dengan cara yang berbeda. Ada yang berani untuk langsung ngedeketin, dan kadang agresifnya gak ketulungan, ada yang mendekati secara perlahan tapi pasti, ada juga yang mendekati secara perlahan tapi tidak pasti. Mengapa saya bilangnya perlahan tapi tidak pasti? Karena saking pelannya ngedeketin, justru malah orang tipe tersebut sadar enggak sadar stay disitu-situ aja. Kasarnya enggak berkembang. Tapi ada juga yang saya yakin banget mayoritas orang lakuin: Menyukai orang secara diam-diam. Ya, mungkin buat kalian yang pernah baca buku Raditya Dika yang Marmut Merah Jambu bab pertama, persis kayak gitu.

Memang yang namanya suka sama seseorang itu, peluangnya cuma dua. Dan yang saya mau bahas disini, hal yang saya sama Alita obrolin itu yakni peluang yang kedua:

Bagaimana kalian suka sama seseorang dan berujung well, gagal.

Sebenernya saya enggak suka sama kata gagal. Karena kesannya negatif banget. Saya mau menekankan sama orang yang membaca post ini, kalo kalian nganggep diri kalian gagal dalam urusan percintaan, itu salah. Menurut saya sih, itu cara halus yang dilakukan Tuhan buat ngasihtau kalo orang itu bukan buat kalian. Atau, kalian berhak untuk ngedapetin yang lebih baik, cuma belom saatnya aja.

Kalo kalian merasa diri kalian gagal, lalu otomatis dipikiran kalian pasti move on. Move on. Oke. Setelah saya pikir matang-matang, frasa move on itu udah jatuh banget artiannya. Mengapa? Coba deh kalian perhatiin. Rata-rata orang yang ngomong dirinya udah move on itu pasti saya berani jamin 99% mereka belom move on. Itu sih menurut saya. Misalnya aja ada orang yang ditanya. Atau yang lebih ketahuan lagi yang bahkan enggak ditanya sama orang udah ngomong sendiri “Gue udah move on!” dengan alis berkerut, dan mulut tanpa sunggingan senyuman. Yakin dalem hati orang-orang tersebut lagi denial. “Iya sih, gue masih berusaha untuk move on”

Semenjak baca bukunya Raditya Dika, yang baru saja saya tamatin kemarin, saya merasa kalo “pindah” itu kata yang lebih tepat. Pindah.

Seperti Alita, pas saya dengan santainya ngomong “Kok gue sekarang ngerasa dulu kayak enggak pernah ada apa-apa ya? Aneh” dia menimpali ucapan saya dengan pernyataan yang sebenarnya kalo saya enggak mikir secara rasional langsung bisa nge skak mat saya. “Lah, yang kemarin-kemarin itu apa namanya?” sambil menyebutkan beberapa tindakan norak yang lazimnya dilakukan orang yang menyukai orang lain. “Itu kan waktu itu” lalu, Alita ngomong yang intinya “Bagus dong, berarti lo udah bisa berpindah ya”

“Siap berpindah, biarpun tujuannya saat ini belum ada” saya jawab dengan jujur. Alita nampaknya belum menyerah. “Emangnya kalo kemaren tujuannya apa?” Saya sempat terdiam, mikir. Hingga akhirnya menjawab, “Kemaren mah enggak ada tujuan, karena gue masih stay dan belom berpindah”

Saya kembali mikir. Proses melupakan seseorang itu ibaratnya kalian lagi traveling di suatu tempat, dan kalian masih bertahan di tempat tersebut. Sebenarnya kalian bisa langsung pindah ke tempat lain dengan mudah, cuma kalo kalian memang udah terlalu nyaman, istilahnya dengan tempat yang kalian tempatin sekarang, kalian memilih untuk bertahan. Kalo lagi traveling, kalian memilih untuk extend di tempat tersebut. Rasanya enggak ada yang lebih indah dari panorama di tempat tersebut, karena kalian udah terpikat dengan apa yang disajikan disana.

Namun, ada saatnya dimana kalian bakal menemukan suatu tempat, tujuan yang lebih menarik, dan mengundang kalian untuk menginjakkan kaki disana. Kalian hanya perlu untuk membuka mata saja untuk menggerakkan diri kalian pergi ke tempat tersebut. Pas kalian mau berpindah, kalian pun mulai berkemas. Dan kalian mulai berpikir, seraya tersenyum sendiri. Ternyata, kalian hanya perlu untuk membuka jendela hati kalian.

Ketika sampai di tempat tersebut, kalian pun kembali menjelajah. Kalian belum tahu apa yang akan menanti kalian di depan nanti, dan itu semua merupakan misteri yang hanya belum terkuak oleh waktu saja. Tetapi apabila kalian ditanya mengenai tempat yang sebelumnya kalian kunjungi, kalian hanya menjawab bahwa tempat tersebut indah, namun tanpa kalian sadari kalian udah enggak mau membahasnya lagi. Disaat itu, kalian sudah sukses berpindah tanpa kalian sadari.

Memang untuk berpindah itu susah, kalian harus memulai segala halnya kembali dari awal. Dan segalanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Mengutip kata Khalil kalo enggak salah: I was told once that time heals, but I’ve come to believe that time just make things a little easier to deal with”

Kalo ditanya sekarang keadaan saya kayak apa, saya bakal jawab seperti yang saya tadi bilang ke Alita.

Saya sudah siap berpindah, namun saya belum memiliki tujuan. Saya sudah berkemas rapi, namun saya masih berjalan tanpa tujuan yang pasti dimana saya akan tertambat. Saat ini, saya sudah siap berpindah setelah bertahun-tahun lamanya stay dan terlalu nyaman di tempat tersebut. Tetapi saya belum berani untuk menetapkan tujuan saya mau mengejar mimpi-mimpi saya terlebih dahulu. Klise memang, tapi ini yang saya mau untuk sekarang. Saat ini, saya berjalan mengikuti arah yang menurut saya benar yakni mengejar cita-cita dan ambisi yang saya miliki. Entah dimana pelabuhan terakhir saya, hanya Tuhan yang mengetahui.

Selesai ditulis pukul 11.11 malam, di kala hujan,

Sharima"

Sumber : sharimaumaya 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rute Perjalanan Menuju Kota Pare, Kediri Via Stasiun Jombang

Peta Kampung Inggris, Pare Kediri Jawa Timur

Perjalanan menuju Kota Pare, Kediri - Part 1